Sakralnya Upacara Unan-Unan Suku Tengger
upacara Unan-unan - suku tengger |
Kembang-kembangan tersebut dinamakan penjor dan diikatkan di tiang bambu. Sebagian lagi menancapkan penjor tersebut di tepi jalan maupun di sanggar utama desa yang digunakan sebagai lokasi upacara Unan-Unan atau Mayu Bumi. Upacara tersebut diselenggarakan warga Suku Tengger setiap lima tahun sekali atau sewindu sekali menurut penanggalan Suku Tengger.
Setiap desa Tengger wajib melaksanakan upacara ini. Tujuannya, agar manusia terbebas dari penderitaan, noda dan dosa, ditunjukkan jalan yang benar, menjadi manusia kuat dan berwibawa, serta memperoleh kesejahteraan dan kedamaian.
Selain itu, upacara ini juga sering disebut sebagai bersih desa serta untuk menghindari segala macam gangguan. Permohonan pengampunan para arwah leluhur agar mendapat tempat di nirwana juga dilakukan dalam upacara ini. Bahkan umat manusia di seluruh dunia juga dimohonkan agar diberi keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian abadi (kureping langit lumahing bumi).
“Ini upacara yang dilaksanakan lima tahun sekali untuk menyelamatkan jagad raya dan isinya,” kata Supoyo, tokoh masyarakat Desa Ngadisari, belum lama ini.
Kesakralan upacara ini juga dapat dilihat dari persiapan sebelum upacara. Warga secara sukarela membantu, baik materi maupun tenaga, mempersiapkan acara.
Kaum perempuan sibuk di dapur membuat aneka makanan yang akan disuguhkan kepada para tamu dan warga desa.
Kesenian tayub juga melengkapi rangkaian upacara yang dihelat selama dua hari itu. Selain sebagai hiburan, para penari tayub juga untuk melengkapi rangkaian ritual upacara, baik ketika menyelamati sumber mata air di delapan sumber juga ketika acara puncak ritual di sanggar utama.
Selain itu, setiap upacara Unan-Unan selalu mengorbankan kerbau atau maeso yang kepalanya diarak dari kampung menuju sanggar utama sebagai persembahan. Kerbau merupakan binatang yang mempunyai karakter/kepribadian yang agung, kuat, dan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kerbau secara mitologi juga sebagai tunggangan Bethara Yama yang merupakan Dewa Keadilan/Kebajikan.
Seluruh warga desa mengenakan pakaian adat berwarna hitam-hitam dilengkapi sarung khas Tengger serta udeng di kepala. Demikian halnya dengan para perempuan.
Ketika acara puncak, hanya masyarakat Tengger dan tokoh masyarakat saja yang diizinkan memasuki areal utama upacara. Semua kendaraan yang melintas di sekitar lokasi upacara dialihkan ke jalan lain. Para jurnalis yang hendak mengabadikan diberi waktu secukupnya untuk mengambil gambar, lalu dipersilakan ke luar pagar ketika prosesi upacara utama dimulai.
sumber : okezone
Tags:
Wisata Daerah