NGAWI MENUJU SENTRA PRODUKSI BENIH PADI HIBRIDA NASIONAL

NGAWI, wartadesainfo - Kunjungan Wakil Menteri Pertanian Dr. Rusman Heriawan di Desa Karang banyu, Widodaren dan Desa Ngompro Kecamatan Pangkur, beberapa waktu yang lalu meninggalkan optimisme bagi para petani.

Dalam kunjungan untuk kedua kalinya di Kabupaten Ngawi, Wamentan mengungkapkan bahwa kedatangannya kali ini ingin melihat secara langsung keberhasilan Ngawi dalam mengembangkan padi hibrida dan sekaligus menyatakan ke depannya Ngawi akan dijadikan sebagai sentra produksi benih padi hibrida nasional.

Dalam sambutannya didepan Wakil Bupati Ngawi, Ony Anwar ST, beserta jajaran Dinas dan Instansi terkait Kab. Ngawi, Dirjen Tanaman Pangan dan Holtikultura, Kadin Pertanian Provinsi Jawa Timur, dan kelompok tani yang hadir, Wamentan menyatakan bahwa melalui panen raya padi hibrida di tengah cuaca kemarau yang ekstrim ini, membuktikan kegigihan, kerja keras sekaligus keberhasilan petani Ngawi dalam pengembangan padi hibrida.

Lebih Lanjut Wamentan juga menyatakan bahwa keberhasilan pengembangan padi hibrida di Ngawi ini, akan memberikan dampak positif bagi pengembangan pertanian baik dalam skala Nasional maupun Provinsi. Secara umum, Provinsi Jawa Timur sampai saat ini masih dalam posisi yang sangat menentukan bagi pembangunan pertanian secara nasional karena dari 5 komunitas pangan utama yang sekaligus juga menjadi 5 target Pemerintah dalam usaha swasembada pangan seperti jagung, padi, gula, kedelai, dan produksi ternak sapi, hingga saat ini masih dominan dipegang oleh Jawa Timur.

Sementara untuk Kabupaten Ngawi, menurut data di Kementerian Pertanian, produksi beras di Kabupaten Ngawi hingga saat ini terbesar ke 4 di Jawa Timur setelah Jember, Banyuwangi dan Lamongan. Fakta yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja, sehingga kalau di Ngawi saat ini akan dikembangkan menjadi sentra benih padi hibrida, tentu akan mendapat dukungan penuh dari Pemerintah.
Pendapat senada juga di ungkapkan oleh Ir. Satoto, pemulia padi dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.

Menurut Ir. Satoto, keberhasilan pengembangan padi hibrida sembada khususnya di Ngawi ini sangat mengejutkan mengingat pemeliharaan padi jenis hibrida memerlukan penangangan yang spesifik. “kalau biasanya petani menengok sawahnya seminggu sekali atau sebulan sekali, untuk padi hibrida minimal 2 atau 3 hari sekali harus ditengok, selain itu pemberian pupuknya pun tidak boleh kurang atau lebih, harus pas sesuai takaran, karena kalau tidak padi akan layu.

Makanya saya heran sekaligus kagum, di Ngawi kok sekarang bisa panen, dan dari hasil panen rencananya akan di buat benih, benar benar luar biasa ini”, Ujarnya disambut tepuk tangan meriah dari para petani yang memadati aula Desa Ngompro. Lebih lanjut Ir. Satoto juga mengungkapkan bila keberhasilan pengembangan padi hibrida khususnya di Ngawi memberikan rasa optimis untuk memenuhi target nasional ketahanan pangan khususnya padi dimana untuk tahun 2014 nanti adalah 76 juta ton padi, naik sekitar 4 juta ton dari sekarang.

Pihaknya selaku peneliti akan selalu siap untuk membantu petani khususnya dalam pengembangan padi hibrida karena dalam perjalananya tak jarang menerapkan ilmu pertanian modern yang belum sepenuhnya bisa dimengerti oleh petani dan kedisiplinan tinggi sebagai syarat mutlak keberhasilannya.

Teknologi padi hibrida merupakan hasil riset terkini dalam pemuliaan padi. Banyak ahli pertanian mengakui bahwa dengan teknologi hibrida akan mampu mengatasi persoalan pangan dunia.

Sebagai negara agraris dengan kelimpahan sumberdaya genetik, Indonesia telah mampu menguasai teknologi hibrida, sehingga mampu berkompetisi dengan para peneliti dari luar negeri. Padi Hibrida Varietas sembada 168 yang dibudidayakan di Ngawi dapat dipanen bisa lebih cepat atau lebih lambat dari 113 hari tergantung dari kondisi iklim, kesuburan tanah di lapangan dan teknik budidaya yang dilakukan.

Tanaman padi hibrida tidak selalu lebih manja dibandingkan dengan padi lain. Memang, jika dibandingkan dengan padi lokal, padi hibrida membutuhkan perhatian yang lebih tinggi.

Padi lokal lebih bandel, tetapi hasil panennya lebih rendah sehingga wajar bila padi hibrida membutuhkan perhatian lebih karena akan menghasilkan produksi padi yang tinggi. Varietas hibrida dihasilkan dari perkawinan dua tetua yang bersifat galur murni.

Hasil perkawinan tersebut menghasilkan sifat istimewa terutama sifat produksi yang tinggi melebihi kedua tetuanya.

Tanaman hibrida berbeda dengan tanaman bukan hibirida.Biji tanaman hibrida tidak dapat ditanam lagi sebagai bibit karena hasilnya akan sangat rendah yaitu hanya 30%nya. Misalnya, hibrida menghasilkan 14 ton per hektar, jika panennya ditanam sebagai benih maka hasil panen dari benih tersebut paling tinggi 4 ton per hektar.

Sementara itu, Wakil Bupati Ngawi Ony Anwar ST, juga mengungkapkan optimisme dan harapannya pada pengembangan padi hibrida di Ngawi dimana setiap tahunnya, Ngawi menghasilkan tak kurang 705 ribu ton padi dengan 20 persennya dikonsumsi dan 80 persen untuk penyediaan ketahanan pangan.

Bisa dikatakan kebutuhan pangan khususnya dari padi untuk Kabupaten Ngawi tercukupi, namun dengan pengembangan padi hibrida yang mampu menghasilkan lebih banyak, dan secara ekonomis sangat menguntungkan dari sisi penjualan benih, maka Pemkab Ngawi selalu siap untuk membantu. “Dari demplot benih 1 hektar, bisa menghasilkan hasil maksimal 3 ton dan minimal 1 ton.

Di musim kemarau ini, Ngawi masih bisa panen sekitar 85 persennya dari keseluruhan lahan pertanian dan ini pantas kita syukuri. yang pasti apapun usahanya selama itu bisa membuat petani Ngawi sejahtera, Pemerintah akan selalu mendukung” Ujar Wabup.




sumber : humas ngawi